Dunia Dalam Genggaman








     
Perbedaan masyarakat dalam beragama, berbudaya  dan sebagainya menciptakan egoisme, primordialistik dan etnosentris yang mengarah pada perpecahan golongan. Masyarakat global belum bisa berinteraksi satu sama lain karena keterbatasan teknologi pada masa lampau. Dunia saat itu belum mengenal istilah modern seperti zaman sekarang. Zaman dimana segala sesuatu dapat diakses dengan mudah dan cepat dalam satu sentuhan..

 Masyarakat dahulu belum memiliki keterbukaan dengan dunia luar. Sesuatu yang asing kerap dianggap sebagai ancaman. Hal tersebut memantik api pertempuran yang kerap ditulis dalam tinta sejarah perang dunia. Atmosfir dunia pernah  kelam di masa lalu. Peperangan, huru-hara dalam mengekspansi daerah jajahan yang diukir Negara-negara adidaya.

 Tapi sekarang dunia saling membuka diri atas tuntutan modernisasi sebagai penunaian hasrat dan kebutuhan masyarakat dunia yang semakin kompleks. Orang  Pakistan dapat berkomunikasi dengan orang Nepal dalam jejaring sosial bermodal paket internet atau wifi. Bukti bahwa dunia berada dalam genggaman tangan. Ponsel pintar menjadi barang yang mudah dioperasikan dan didapatkan oleh semua golongan sosial.

 Tetapi, tuntutan inovasi positif terkadang selalu menggandeng pengaruh negatif bagi kemajuan peradaban. Ujaran kebencian, berita hoax, dan bingkai isu yang dicanangkan para akun  anonim yang berselancar di semesta maya mengakibatkan seperti yang disebut Jean Baudrillard sebagai Hiperrealitas (meleburnya batas-batas kebenaran). Fenomena  semacam ini telah diramal sejak dahulu oleh para ilmuwan dengan sebutan catastrophe sebagai konsekuensi atas kemajuan peradaban dunia.

 Kemajuan teknologi di masa sekarang, tidak disertai dengan kemampuan menyaring informasi  dan berpikir analitis agar dapat menimalisir penyakit atau kecacatan informasi yang berdampak pada kekeliruan pemahaman warganet.Saat ini, literasi media dapat menjadi solusi untuk meredam kecacatan informasi dan upaya penyadaran kepada warganet atas fenomena yang mencuat di permukaan.

Oleh : Mohammad Safri Fauzi



Komentar

Postingan Populer