PERAN AYAH DAN IBU DALAM HOME-SCHOOLING SELAMA MASA DARURAT COVID-19


PERAN AYAH DAN IBU DALAM HOME-SCHOOLING SELAMA MASA DARURAT COVID-19


Covid 19 turut memengaruhi segala aspek kehidupan. Berkomunikasi secara digital dengan intensitas yang lebih tinggi dari sebelumnya, bekerja dan beraktivitas dari rumah. Situasi Covid 19 menyekat aktivitas manusia melalui jaringan internet, sebagian aktivitas beralih ke mode digital.

 Seorang dosen mengajar dan membuka kelas perkuliahan dari rumah, musisi melantunkan musik dari rumah, Guru memulai kegiatan belajar mengajar dalam bentuk tugas. Meski mudah, praktis dan efisien, kegiatan belajar semacam ini memiliki beberapa kekurangan. Di antaranya yaitu, dekondusifitas, kegiatan belajar mengajar secara virtual mengurangi kondusifitas. Selain bising, masalah koneksi internet yang terkadang labil turut memengaruhi kelancaran belajar. Meski pemerintah di Indonesia menyiarkan program belajar di televisi bagi siswa, tampaknya hal ini merupakan bentuk asupan komplementer bagi siswa. 

Di sekolah, siswa memerlukan Ibu atau Bapak guru sebagai pendamping. Membantunya menyelesaikan persoalan akademik. Sedangkan di rumah, siswa menyandang indentitas sebagai anak, memerlukan Ayah dan Ibunya sebagai sosok pemimpin dan perangkul. Memberinya kasih sayang dan haknya sebagai anak. 

Anak mendapat dimensi tersebut di longkungan sekolah dan rumah. Intinya, Ibu dan Bapak guru memberinya kebutuhan ilmu pengetahuan akademik. Sedangkan Ayah dan Ibunya memberinya kebutuhan fisiknya. Meskipun ia bisa saja mendapat keduanya dari kedua orang tuanya di sekolah maupun di rumah.

Dalam situasi pandemi Covid 19 saat ini, anak membutuhkan kedua dimensi, pengetahuan dan jasmani di rumah. Ayah dan Ibu merangkap identitas sebagai orang tua dan guru di rumah. Memberinya asupan nutrisi bagi fisik dan pengetahuannya yang tepat dan seimbang. 

Homeschooling menjadi alternative dalam menimba ilmu pengetahuan bagi anak. Homeschooling merubah bentuk suasana belajar yang bersifat public menjadi privat. Sudah barang tentu hal ini memengaruhi kebiasaan dan pola maupun metode belajar yang familiar bagi anak.  Homeschooling dapat berupa belajar secara digital, mengakses video tentang materi pelajaran ataupun mengunduh dokumen-dokumen untuk memenuhi tugas. Selain itu, dapat pula mengundang guru atau pengajar ke rumahnya, sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan yang mereka buat antara orang tua dan guru.

Selain belajar melalui akses internet ataupun guru privat, orang tua dapat menjadi partner atau pembimbing bagi anak dalam proses belajar. Selain membangun komunikasi antar keluarga, metode ini dapat memperkuat harmonisitas dalam keluarga dan menciptakan ruang dialektika di rumah. 

Anak dapat belajar kepada Ibunya tentang kasih sayang, memahami perasaan perempuan, kepemimpinan dalam perspektif perempuan, kebutuhan-kebutuhan khusus perempuan, ragam sikap perempuan yang pernah Ibunya temui. Dengan Ayah, Anak belajar tentang maskulinitas, ragam gelagat laki-laki, kepemimpinan dalam perspektif laki-laki, dan sebagainya. Pada dasarnya, Anak menuai nilai kehidupan, keadilan, tanggung jawab dan sebagainya dari pengalaman Ayah dan Ibunya. 

Selain itu, metode pembelajaran andragogi tampaknya cukup efektif dalam mengasah kemampuan berpikir dan analisis bagi anak. Secara empiris, anak dapat mendeskripsikan fenomena-fenomena, peristiwa-peristiwa yang ia temui di lingkungan sekolah, rumah, dan sebagainya. Anak dapat belajar secara teoretis dan praksis. Belajar bagaimana cara membuat makanan, cara mengemas barang, memasang harga serta memantau harga pasar. Metode belajar tersebut menciptakan ruang dialektika antara Ibu, Ayah dan Anak. Secara gradual, Ayah dan Ibu dapat mengetahui perkembangan kognisi, afeksi dan psikomotorik anak. 

Banyak hal-hal yang anak butuhkan selain pengetahuan, ilmu alam ataupun social. Anak membutuhkan kelembutan hati dan kasih sayang kedua orang tuanya. Selain membentuk ikatan pengetahuan, ketajaman berpikir dan analisis, orang tua perlu membentuk ikatan hati untuk anaknya. Mendengar keluh kesah yang ia dapat di sekolah atau di rumah, memintainya pendapat ataupun keputusan yang menyangkut kepentingan keluarga dan lainnya. Karena hal itulah anak mendapat posisi atau tempat dan merasa dirinya berharga, keberadaannya diakui oleh kedua orang tuanya. Tak hanya bagaimana orang tua memerlakukan anak sebagaimana yang anaknya harapkan. Tetapi pula, bagaimana membangun keharmonisan antara ayah, ibu dan anak.

 Hal tersebut merupakan salah satu factor penunjang keberhasilan dalam menuju keluarga yang harmonis. Meski, ada beberapa kekurangan dan ragam factor-faktor lainnya yang lebih relevan sesuai konteks kasus dan lainnya.

Ayah dan ibu dapat menjadi actor, agen perubah bagi anak. Dengan beragam tips dan trik yang bisa mereka dapatkan di internet, tampaknya mendidik anak tidaklah sesulit zaman dahulu. Memperoleh informasi hanya dari lingkup social dan lingkungan di sekitarnya. Namun ada beberapa pengalaman ataupun nilai tersendiri dan khas yang dimiliki orang tua zaman dahulu. Mengajari budi pekerti, adab dan moralitas kepada anak dengan cara yang berbeda dengan zaman sekarang.

Meski begitu, setiap zaman memiliki caranya masing-masing dalam mencetak generasinya menuju lebih baik. Terlepas dari hal itu, saatnya kita untuk membuka cakrawala pengetahuan dan pemahaman yang baru mengenai persepsi kepemimpinan, keadilan dan kesetaraan. Berubah menjadi baik dengan cara yang baik. Cabut stigma tentang feminism dan maskulinitas. Keduanya memiliki sudut pandang, orientasi dan metode yang berbeda dalam memandang dunia. Bahkan, feminism memiliki ragam orientasi, organisasi dan metode, sesuai dengan kontur zaman, sejarah dan gelagat social yang mereka hadapi. 

Pun dalam mendidik anak, laki-laki dan perempuan memiliki caranya masing-masing. Sebagian budaya memandang, ayah sebagai sosok tangguh, gagah, perkasa dan tegas. Sedangkan ibu, sosok penyayang, lemah lembut, dan penyabar. Hal demikian merupakan serpihan dari berbagai budaya yang nampak. Banyak hal-hal, budaya-budaya, perspektif-perspektif lainnya yang belum terungkap. 

Oleh karena itu, pentingnya mempelajari atau mengedukasi anak-anak mengenai pendidikan sex dan gender sejak dini. Mempelajari gender sesuai dengan porsi, proporsi dan kapasitas anak-anak. Setidaknya, itu merupakan bekal mereka dalam mempresepsi fenomena-fenomena yang mereka temui. Ataupun untuk menjawab kepenasaran mereka dalam menjumpai persoalan-persoalan mengenai sex, gender dan keadilan social sejak dini.

Selain itu, pendidikan sex, gender dan keadilan social, secara tidak langsung dapat memengaruhi pola pikir anak. Orang tua dapat memberikan bekal tersebut untuk memproteksi buah hati mereka tatkala sesuatu hal yang buruk terjadi. 

Homeschooling merupakan tantangan sekaligus momen menyenangkan dan mungkin cukup melelahkan bagi sebagian orang tua. Namun, ini merupakan kesempatan orang tua dalam membangun kedekatan sanubari, pikiran dan rasa bagi anak-anak. Covid 19 mengajak manusia, khususnya orang tua untuk membangun kembali relasi dengan anak-anaknya. Termasuk dalam persoalan pendidikan. 


Komentar

Postingan Populer