Tak Sempat

Pagi ini aku sudah siap untuk melakukan aktivitas seperti biasanya. Tapi bukan seperti anak-anak yang lain untuk bersekolah. Jika aku sekolah, sekarang aku sudah kelas 12 SMA. Aktivitasku sehari-hari mengumpulkan sebuah plastik. Bagiku plastik seperti emas, karena bisa menjadi uang walaupun nilainya tak sebanding dengan emas. Uang yang kucari untuk biaya pengobatan ibu. Karena tempat tinggal yang kumuh ibu terserang TBC.
"Gum..." Terdengar lirih ibu memanggilku. "Ya, Bu?" Jawabku. "Hari ini kamu jangan pulang terlalu sore, temani ibu untuk ke rumah sakit, ya." Ucapnya, dengan badan yang terbaring di kasur. "I..iya, Bu" jawabku ragu-ragu. Uangku belum cukup untuk biaya ke rumah sakit. Melihat kondisi ibu yang semakin memburuk, aku harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan uang lebih hari ini.
Hari semakin sore, tapi uangku belum cukup untuk berobat ke rumah sakit. Aku bingung untuk berbicara kepada ibu. Aku takut mengecewakan ibu. Aku memutuskan untuk pulang dan bicara baik-baik pada ibu. "Bu, maafkan Gugum, Gugum belum bisa membawa ibu ke rumah sakit." Ucapku sembari tertunduk. Mataku panas, sebentar lagi hujan akan turun membasahi wajahku. "Tak apa, ibu baik-baik saja, ibu masih kuat. Doakan ibu supaya cepat sembuh. Begitu pun ibu selalu mendoakanmu, Gum." Ucapnya dengan penuh senyum dan tatapan hangat. Aku tak kuasa menahan air mata, dengan perlahan air mata ini berderai. Aku sangat kagum dengan ibu, ia tak pernah mengeluh kesakitan, ia selalu sabar menahan rasa sakitnya.
Sudah tiga hari aku bekerja dengan keras, akhirnya uang yang aku kumpulkan cukup untuk membawa ibu ke rumah sakit. Siang ini aku cepat-cepat pulang untuk menemui ibu dan membawanya ke rumah sakit. Saatku buka pintu rumah, aku melihat sekujur tubuh yang terbaring tak berdaya di lantai. Aku langsung berlari menghampirinya. "Bu, bangun bu." Kataku dengan panik. Tak ada jawaban sedikit pun. Lalu ku bawa ibu ke tempat tidur. Setelah beberapa menit mata ibu sedikit demi sedikit terbuka. "Gum, ibu sudah tidak kuat." Ucapnya lirih. "Ayo bu, sekarang kita ke rumah sakit." Ajak aku kepada ibu. "Tak perlu nak, tuntun ibu untuk menyebut nama Allah." Ucap ibu, seakan ia sudah tahu tidak akan lama lagi hidup di dunia. Mendengar ucapan seperti itu, air mataku langsung mengalir begitu deras. "Laa ilaaha ilallah..." Ucapku. "Laa.. ilaa.. ha... Ilallah.." Ucapnya terbata-bata. Belum sempat ku lanjutkan kalimat indah itu, ibu sudah tidak bernyawa. Ia menghembuskan napas terakhirnya di depan mataku.

Karya : Nabella Dian Ginanjar

Komentar

Postingan Populer